Blog of Geography Studi in SMA Negeri 1 Kota Sukabumi, Indonesia

GEOGRAPHY of SMA NEGERI 1 SUKABUMI

Search This Blog

This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

May 30, 2015

Perubahan Kurikulum : Ajang Proyek dan Ajang Kegenitan Ilmiah


Jatuh bangun dunia pendidikan di Indonesia, salah satunya disemarakkan dengan trend perubahan kurikulum yang menelikung di proses pergantian rejim.

        Pendidikan yang tidak pernah menjadi panglima dalam perumusan pembangunan bangsa selama ini hanya menjadi sub ordinant dari kebijakan beberapa rejim yang pernah memerintah di negeri ini.
Perubahan dari kurikulum sebelumnya menjadi KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi) ternyata terkesan hanya menjadi suatu kebijakan yang bersifat reaktif.

      Jawaban spontan dari gegar budaya terhadap trend keluhan dunia kerja yang mendapatkan limpahan out put pendidikan kita, yang katanya, tidak bisa bekerja dan masih harus belajar bekerja.
Selanjutnya, perubahan KBK menjadi KTSP (Kurukulum Tingkat Satuan Pendidikan)  pada periode berikutnya masih berakar dari pertimbangan-pertimbangan yang bersifat reaktif dan sporadis pula. yang lahir dari sepercik kesadaran akan pentingnya optimasilasi kompetensi peserta didik berkenaan dengan pemanfaatan potensi wilayah serta muatan lokal melalui proses kegiatan belajar mengajar di keseharian para peserta didik untuk pemenuhan perluasan penciptaan lapangan kerja.

        Perubahan yang terakhir adalah lahirnya pengganti KTSP yang bernama KURTILAS (Kurikulum Dua Ribu Tiga Belas) dengan berbagai polemiknya. Perubahan ini pun. katanya, berdasarkan pada pertimbangan yang mendasar sebagai upaya  mengantisipasi krisis moral dan dekandensi kepribadian bangsa.  Maka setting dari pelaksanaan KURTILAS diharapkan dapat merangsang penggalian kembali nilai-nilai luhur bangsa dalam proses pembelajaran yang akan membekali siswa tidak hanya mengagungkan intelektual semata, melainkan mangusung juga kepentingan pembumian  budi pekerti bagi lulusan pendidikan kita yang akan meneruskan estapet kepemimpinan nasional dimasa yang akan datang.

        Salah satu kesimpulan dari evaluasi terhadap perubahan-perubahan kurikulum dinegeri kita yang bersifat tendensius, diantaranya adalah "terciumnya indikasi adanya aroma tidak sedap, yakni aroma proyek didalamnya."

        Aroma yang tidak sedap yang mengisyaratkan terjadinya perampokan dana masyarakat melalui RAPBN sektor pendidikan, khususnya sub sektor pendidikan dasar dan menengah.
Sementara beberapa praktisi senior pendidikan dasar dan menengah yang pernah terdampak beberapa kali oleh perubahan kurikulum banyak yang berpendapat bahwa perubahan kurikulum.di pendidikan dasar dan menengah di negeri kita ini terindikasi dijadikan arena kegenitan ilmiah para akademisi kita yang mengambil  peran di panggung pertentangan antar penganut faham filsafat pendidikan idealisme dengan model pendidikan continental (Eropa)  versus penganut faham pragmatisme dengan model anglo saxon (Amerika). Sebut saja, untuk tingkat kota, Bapak Harun Arrasyid, mantan guru senior PAI SMANSA Sukabumi, pada awal tahun 2000-an  pernah mengatakan hal yang senada dengan indikasi tersebut.  Maka, merujuk pada latar belakang pendidikannya, beliau bertanya-tanya : "mengapa kutikulum kita tidak pernah sekalipun berani mengadopsi kurikulum dari Dunia Islam yang pernah mengalami periode keemasannya yang melahirkan ilmuwan-ilmuwan seperti Ibnu Khaldun, Al Jabr. Avi Siena. Ave Rus dan yang lainnya ?"

        Terlepas dari pendapat praktisi senior diatas, maka atas dasar kesadaran kebhinekaan, pada umumnya para guru. mediator pendidikan dasar dan  menengah saat ini, merindukan lahirnya kurikulum yang berakar dari Ke-Indonesiaan. Kurikulum yang membumi dan kontekstual,  yang pelaksanaannya dapat beradaptasi secara alamiah dengan kekinian dan kedisinian peserta didik kita.

        Pertentangangan diantara dua aliran filsafat tersebut diatas, pada level mediator pendidikan dasar dan menegah tidaklah begitu dianggap penting.  Kedua aliran tersebut s, secara almiah sudah terdistorsi perkembangan zaman, sehingga menjadi satu paduan yang salah satu dengan lainnya dapat diambil substansi-substansi positifnya, sehingga berakulturasi menjadi aliran baru yang lebih Indonesiawiyah.
Akhirnya, kita berharap terbidaninya suatu kemandirian berpikir dari para akademisi kita untuk segera mengarahkan perubahan yang revolusioner menjadi revisi-revisi atau tambal sulam  yang tidak membuat gaduh wacana pendidikan kita. Kegaduhan yang berdampak pada posisi mediator pendidikan beserta peserta didiknya sebagai kelinci percobaan.

         Harapannya, semoga wacana pendidikan kita hanya akan disibukkan dengan wacana yang lingkupnya lebih sempit dan lebih teeukur yang berkenaan dengan penajaman akurasi dari strategi, metode, model serta gaya mengajar yang digunakan pada pelaksanaan pendidikan kita. Penajaman akurasi yang harus bersinergi dengan tagihan-tagihan hasil belajar pada domain-domain Taksonomi Bloom yang dijadikan rujukan utama hingga kini dengan berbagai modifikasinya.
Wallaahu  A'lam.

Sukabumi 11 Mei 2015
Ade Fathurahman, S.Pd.
Ketua Ranting PGRI SMANSA Kota Sukabumi

May 22, 2015

Hantu OPSPEK dan MOS : Sebuah kepedulian terhadap kegelisahan para orang tua.




http://radarsukabumi.com/?p=153565
Oleh Ade Fathurahman
Wakasek Bidang Humas SMANSA Sukabumi

Tema tulisan yang urgen dan kontekstual dibidang pendidikan pada saat-saat ini adalah tema yang berkenaan dengan antisipasi proses pembodohan dalam proses pengenalan lingkungan pendidikan pada mahasiswa/i serta siswa/i baru.
Beberapa kali, jurus pembelaan pun dikemukakan oleh kalangan yang berkepentingan mempertahankan eksistensi kegiatan tersebut.
Menggelikan, ketika kita melegalkan sebuah kegiatan yang landasan historis, filosofis dan teoritisnya bermasalah.
Ketiga landasan itu harus digali, karena kesadaran kta bahwa kegiatan apapun yang dilakukan di lingkungan pendidikan harus mengindahkan acuan yang tertera pada tujuan pendidikan itu sendiri.
Tujuan pendidikan secara umum adalah memanusiakan manusia, dimana dalam lingkup ke-Indonesiaan pada hakikatnya bertujuan menciptakan manusia Indonesia seutuhnya. Konsep Manusia Indonesia Seutuhnya itulah yang kemudian dicirikan dengan berbagai indikator dalam Tujuan pendidikan Nasional kita yang bertujun : "Mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indoensia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan."
Jadi berhati-hatilah, jika kita memasukkan sebuah kegiatan ke persekolahan, apalagi yang berkenaan dengan pemahaman Wawasan Wiyata Mandala kepada peserta didik yang akan dijadikan siswa dalam proses berpikir, bersikap dan bertindaknya selama menuntut ilmu disatuan pendidikan yang ada.
Kegiatan semacam MOS dan OPSPEK adalah suatu kegiatan yang dikenal di lingkungan dnja pendidikan formal kita sebagai Wawasan Wiyata Mandala (silahkan baca di artikel lain)
Berkenaan dengan kegiatan MOS, OPSPEK dan yang sejenisnya, marilah kita kaji bersama relevansinya dengan Wawasan Wiyata Mandala yang sebenarnya.
Mari kita mulai dengan mencoba membaca kembali. referensi tentang landasan historis kegiatan tersebut untuk menjawab satu poin penting sebagai jawaban atas pertanyaan : "Sejak kapankah kegiatan sejenis Mapras, Malam inagurasi, OPSPEK, Pembaretan (SMK teknologi), MOPD, OKD, MOS dianggap begitu penting dilaksanakan di Institusi-institusi Pendidikan di Indonesia ?"  Jawaban alternatif semetara yang bisa saya sampaikan adalah "sejak zaman Penjajahan Belanda. Tepatnya Agresi I." Silahkan recheck referensi yang lain yang anda temukan.
Selanjutnya, landasan filosofis dari kegiatan yang sedang kita bahas pun mestinya kita gali yang relevansinya kita kaitkan dengan landasan historis tadi. Pertanyaan yang muncul berkenaan dengan hal tersebut : "Substansi apa yang ingin dikristalisasikan dan diharapkan dampaknya pada kegiatan Orientasi Peserta Didik dan sejenisnya pada saat pertama kali digulirkan pada sejarah lahirnya kegiatan tersebut  pada masa lalu ?"
Untuk sementara, jawaban alternatif saya tentang hal tersebut adalah tercapainya nuansa feodalistik yang bersinergi dengan budaya kerajaan di dunia pendidikan, yang tentu saja, bersebrangan dengan budaya berpikir, bersikap dan bertindak di lembaga keilmuan yang sangat egaliter. Banyak referensi berita dari tahun ketahun menampakkan nuansa otoritas senior atas juniornya yang kebablasan pada kegiatan tersebut.  Beberapa kasus yang menyebabkan korban lika-luka dan hilangnya nyawa terungkap dari tuntutan keluarga korban yang kebetulan sukses dipublikasi para awak media masa. Artinya, bukan tidak mungkin, masih banyak kasus lain yang belum dan tidak terungkap dalam jumlah yang tidak bisa kita prediksi secara gegabah.
Landasan lain yang harus kita pertimbangkan dalam permasalahan yang berkenaan dengan kegiatan yang sedang kita bahas adalah landasan teoritis.
Sebuah yang  jawaban harus kita didapatkan dari landasn teoritis adalah : "Landasan teoritis apakah gang menyebabkan kegiatan sejenis MOS dan OPSPEK dirasakan harus diadakan pada sat lahirnya kegiatan tersebut ?"
Jawaban sementara saya terhadap pertanyaan tersebut diatas adalah Landasan teori yang dipakai pada kegiatan tersebut adalah Teori Kemiliteran yang memandang perlu adanya pemahaman peserta didik tentang garis komando yang menuntut loyalitas tinggi dan penumbuhan jiwa corsa yang menuntut pengorbanan tak terbatas bagi kelompok.
Jadi persoalan yang terjadi adalah disharmoni antara tujuan pembentukan insan-insan sipil/ non-militer di lembaga-lembaga pendidikan non-militer yang mengadopsi teori kemiliteran yang memang duniab pendidikannya dilegalkan dan mengharuskan melakukan pembasisan terhadap calon tamtama, bintara serta perwiranya berdasarkan tuntutan pembelaan terhadap negara dikesehariannya.
Maka, setelah mengkaji tiga landasan tersebut, saya menyerahkan kepada anda semua praktisi pendidikan, pengamat serta kementerian dan kedinasan yang bersinggungan dengan pendidikan untuk memilih dengan bebas, apapun pilihan kita kedepan tentang jegiatan MOS, dan yang sejenis. Tentunya, dengan tetap memperhatikan kepentingan orientasi itu perlu, karena Wawasan Wiyata Mandala.adalah keharusan bagi siswa gang kedepannya disiapkan untuk hidup bermasyarakat.

Featured Post/ Posting Unggulan

SOAL SIMULASI OSN-K KEBUMIAN 2024

HASIL PEKERJAAN SISWA  UNTUK DIKOREKSI nomer yang salah 13. C (D) 14. (A) 15. D (C) 16. B (A) 17. A (C) 19. (A) 23. A (B) 25. (D) keterangan...