Jika ada masalah yang berhubungan dengan Produk perundang-undangan, maka kajiannya lebih "met", ketika diperbincangkan dengan yang memiliki latar belakang hukum.
Berdasarkan hasil menambang data dari Kang Ihsan Fitriadi, SH. ynag berkenaan dengan produk UU Cipta kerja kemarin. Saya mendapatkan jawaban dari beliau tentang pasal-pasal yang berhubungan dengan sektor pendidikan.
Saya mendapatkan potongan tulisan dari beliau sebagai berikut :
"Inilah Pasal Bermasalah Tentang Pendidikan di UU Cipta Kerja yang sudah di sahkan: Pasal 51 ayat (1) Pengelolaan satuan pendidikan formal dilakukan oleh Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, dan/atau masyarakat. Pasal 62 ayat (1) Syarat untuk memperoleh Perizinan Berusaha meliputi isi pendidikan, jumlah dan kualifikasi pendidik dan tenaga kependidikan, sarana dan prasarana pendidikan, pembiayaan pendidikan, sistem evaluasi dan sertifikasi, serta manajemen dan proses pendidikan. Pasal 71 Penyelenggara satuan pendidikan yang didirikan tanpa Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama sepuluh tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp1.000.000.000.
Nah, "mengapa penghilangan banyak pasal yang berhubungan kluster pendidikan, tidak serta merta memuaskan banyak pihak, walau sepertinya terkesan mengakomodir tuntutan beberapa ormas Islam dengan hanya meloloskan 3 pasal saja?"
Ternyata dalam 3 pasa itu disinyalir berpotensi menggiring kearah liberalisasi dan kapitalisasi pendidikan, khususnya lembaga pendidikan swasta, lebih khusus lagi dunia pesantren dan madrasah yang tujuan pendiriannya berorientasi sosial dan membawa misi nilai-nilai universal yang luhur.
Bersambung
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah membacanya. Sangat saya hargai, jika anda mengisi kolom komentar disini.