Namanya juga anak SMA, jika kurang etis ya wajar. Substansinya bagus untuk dikaji (logis). Masalah empirik atau tidak, perlu pembuktian ilmiah.
Bagaimana dengan kajian etika dan estetikanya ? Sepertinya jawaban kita sama, karena kita bukan produk kebijakan UN.
Bagi ananda yang menulis ini, tentunya tidak bisa dihakimi seperti kita, karena dia itu produk UN. Ananda ini sepertinya salah satu produk UN SMP tiga tahun lalu. Beginilah out put UN kita selama yang hanya mengutamakan aspek kognitif saja. Ananda ini tidak bisa dihakimi seolah-olah melakukan kesalahan besar, karena dia dalam proses belajar dan dalam keadaan pasca tekanan target Lulus UN.
Teruji di kompetensi Domain Kognitif, tapi, maaf, agak lemah di Domain afektif. Inilah feed back UN ; polos, tetapi, sekali lagi, maaf, kurang etis, tapi harus dimaklumi, karena dunia pendidikan GAYA UN terlalu menyibukkan mereka mengejar angka kognitif.
Mestinya, jika kita masih membutuhkan etika hasil didik kita, maka kita harus bersungguh-sungguh membuat kebijakan yang relevan dengan harapan kita. Mari kita teruskan UN, saya tunggu dari Kementerian untuk merekapitulkasi Nilai Afektif dan Psikomotorik semua perserta didik, pertriwulan, UTS dan sumatif ke satuan-satuan pendidikan, atau sekalian menguji secara bertahap agar instrumen kelulusan dari UN tidak cacat hukum (un graduallly dan marchiavellic). Para penentu kebijakan harus berani memilih satu, diantara dua pilihan ; memunculkan afektif dan psikomotorik di SKHUN atau menghapus kedua aspek itu dibuku lapora, agar kebijakannya tidak terkesan ambigu, atau lebih tepat ladi memakai istilah paradoks (thaja'iyah, dalam kamus Fikih Islam)
Bila perlu, agar peserta didik kita tidak menuhankan nilai berupa angka kognitif, mari PKn, Sejarah dan Agama kita UN-kan. Setuju ???
Ulasan ini saya tulis ditengah kegamangan terhadap sikap anak didik yang beberapa tahun ini cenderung meremehkan mata pelajaran lain yang tidak di-UN-kan.
Ya, kurikulum 2013 rencananya tidak ada UN, Tapi mengapa tahun ini masih dipaksakan.
Maaf Pak Profesor dan teman-teman Bapak berpuluh-puluh Profesor : "Retorika kami lemah, karena kami pendidik Indonesia pada umumnya hanya berkutat di Basic Pengetahuan Kependidikan yang pas-pasan, hanya baru bisa memberikan penilaian hasil belajar siswa berdasarkan 3 domain/ aspek berdasarkan penetahuan kami Taksonomi Bloom ( kognitif, afektif dan psikomotorikdan Definisi Iman. (Tasdiqu bil qolbi, wa ikraaru bil lisan wa arkanu bil amal).
Salam Hormat Kami Semua,
Buruh-buruh Pendidikan yang sepandangan.https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgU9wZLlbR4gwg9tpXJGzBpasg9h2YYzuxW2pkB5d_nTddFY-CwHCsjfg6iKEf7RwASD4QHnyYI0tJ1Sr_qjqmRxtERmo1TcX1pXptLKjdZYtfR_szk6MOevOGmmaJrs3q58LLMpnupc6xk/s1600/1412704_10201803481997922_706933137104970917_o.jpg
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah membacanya. Sangat saya hargai, jika anda mengisi kolom komentar disini.