Sebuah kata kunci yang sukar dicari untuk sebuah solusi permasalahan yang menjangkiti seorang manusia, baik fisik, maupun psikis sering diartikan sebagai penyakit. Manusia berupaya mencari kata kunci, yang kemudian populer dengan istilah "obat".
Kata kunci yang kemudian sdiistilahkan sebagai obat, harus memeberikan sugesti yang cukup membuat manusia merasa memiliki harapan menjadi lebih baik.
Permasalahan/ penyakit para akademisi, peneliti atau praktisi pendidikan negara ketiga, termasuk Indonesia sepertinya masih berkutat pada masalah produktifgitas tulisan, khususnya yang berhubungan langsung dengan profesi yang diampu seseorang. Salah satu contoh sederhana dan kontekstual adalah tugas penulisan Penelitian Tindaka Kelas yanag beberapa tahun kebelakang sempat menghambat kenaikan pangkat/ golongan para guru PNS dari IV.a ke IV.b. yang mencapai tingkatan fenomena yang "membola salju".
Peraturan saat ini, yang selintas mulai memperingan kriteria karya tulis ilmiah atau pun PTK pada guru, mengisyaratkan bahwa ternyata para pemangku kebijakan diatas memahami betapa kesibukan pelaksanaan KBM yang bermakna telah merampas sebagian "asa" guru untuk meningkatkan produktifitasnya dalam bidang tulis-menulis.
Salah satu penyebab yang mungkin sama dirasakan oleh beberapa rekan guru, seperti yang saya rasakan adalah penyakit "perfectionis-utopis". Suatu istilah tersendiri yang saya ambil berdasarkan pengalaman subjektif saya selama ini. Keinginan yang sempurna dengan kesempatan dan kinerja yang penuh keterbatasan.
Suatu penyakit yang senantiasa menjangkiti beberapa orang yang tidak menyadari perubahan situasi dari waktu kewaktu dengan teliti. Teliti yang seharusnya menyertai "kita" pada stiap perubahan waktu, tahun- ketahun, bulan-kebulan, minggu keminggu, hari-kehari, jam-kejam, menit-kemenit,. bahkan detik-kedetik yang akan datang.
Kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan penambahan kewajiban yang signifikan itulah yang kemudian seharusnya menyadarkan kita bahwa hasil penulisan yang sempurna tidak akan didapatkan seperti beberapa dekade yang lalu. Sunnatullah, melalui hukum alam telah memberi pesan penting kepada kita tentang "hasil sempurna hanya akan didapatkan dari perencanaan dan proses yang sempurna.
Singkirkanlah keinginan untuk selalu sempurna dalam menulis, karena realitasnya, dunia yang kita gandrungi pun tampil tak sesempurna seperti yang kita inginkan.
Akhirnya hanya kesadaran untuk melakukan penyempurnaanlah yang membangkitkan energi kita tetap tegar menulis dan menulis.
"Bukankah, yang tidak sempurna itu, tidak hanya tulisan kita ?"
"Kita berada di DUNIA YANG TIDAK SEMPURNA."
Kata kunci yang kemudian sdiistilahkan sebagai obat, harus memeberikan sugesti yang cukup membuat manusia merasa memiliki harapan menjadi lebih baik.
Permasalahan/ penyakit para akademisi, peneliti atau praktisi pendidikan negara ketiga, termasuk Indonesia sepertinya masih berkutat pada masalah produktifgitas tulisan, khususnya yang berhubungan langsung dengan profesi yang diampu seseorang. Salah satu contoh sederhana dan kontekstual adalah tugas penulisan Penelitian Tindaka Kelas yanag beberapa tahun kebelakang sempat menghambat kenaikan pangkat/ golongan para guru PNS dari IV.a ke IV.b. yang mencapai tingkatan fenomena yang "membola salju".
Peraturan saat ini, yang selintas mulai memperingan kriteria karya tulis ilmiah atau pun PTK pada guru, mengisyaratkan bahwa ternyata para pemangku kebijakan diatas memahami betapa kesibukan pelaksanaan KBM yang bermakna telah merampas sebagian "asa" guru untuk meningkatkan produktifitasnya dalam bidang tulis-menulis.
Salah satu penyebab yang mungkin sama dirasakan oleh beberapa rekan guru, seperti yang saya rasakan adalah penyakit "perfectionis-utopis". Suatu istilah tersendiri yang saya ambil berdasarkan pengalaman subjektif saya selama ini. Keinginan yang sempurna dengan kesempatan dan kinerja yang penuh keterbatasan.
Suatu penyakit yang senantiasa menjangkiti beberapa orang yang tidak menyadari perubahan situasi dari waktu kewaktu dengan teliti. Teliti yang seharusnya menyertai "kita" pada stiap perubahan waktu, tahun- ketahun, bulan-kebulan, minggu keminggu, hari-kehari, jam-kejam, menit-kemenit,. bahkan detik-kedetik yang akan datang.
Kesadaran bahwa keterbatasan-keterbatasan yang diakibatkan penambahan kewajiban yang signifikan itulah yang kemudian seharusnya menyadarkan kita bahwa hasil penulisan yang sempurna tidak akan didapatkan seperti beberapa dekade yang lalu. Sunnatullah, melalui hukum alam telah memberi pesan penting kepada kita tentang "hasil sempurna hanya akan didapatkan dari perencanaan dan proses yang sempurna.
Singkirkanlah keinginan untuk selalu sempurna dalam menulis, karena realitasnya, dunia yang kita gandrungi pun tampil tak sesempurna seperti yang kita inginkan.
Akhirnya hanya kesadaran untuk melakukan penyempurnaanlah yang membangkitkan energi kita tetap tegar menulis dan menulis.
"Bukankah, yang tidak sempurna itu, tidak hanya tulisan kita ?"
"Kita berada di DUNIA YANG TIDAK SEMPURNA."
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah membacanya. Sangat saya hargai, jika anda mengisi kolom komentar disini.