Ada beberapa pendekatan pembelajaran yang dipergunakan guru, sebagai mediator pendidikan yang dianggap mampu menciptakan suasana belajar. Semuanya berdasarkan pada kepentingan akan tercapainya hasil pembelajaran secara optimal.
Pembelajaran klasikal yang dilaksanakan hampir menyeluruh disemua persekolahan didominasi oleh bentuk pembelajaran klasikal/ kolektif.
Manajemen/ pengelolaan kelas merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru, sebagai mediator pendidikan. Manajemen kelas yang baik, tidak hanya berkisar pada penataan fisik kelas, walau penataan fisik ini menjadi kontribusi yang signifikan pada proses pembelajaran yang berimplikasi pada hasil pembelajaran.
Pemahaman karakteristik kelas merupakan kompetensi yang menjadi prasyarat utama pada manajemen kelas di KBM yang akan dilaksanakan.
Ungkapan-ungkapan seorang guru/ (mediator pendidikan) yang bernuansa diskriminatif kelompok belajar adalah hal yang patut dima'lumi, jika disampaikan oleh para guru junior yang tentu saja cenderung memiliki kecemasan lebih tinggi berkenaan dengan jam terbangnya. Tidak aneh, jika guru-guru junior, jika diperbolehkan memilih rombongan belajar (kelas) yg harus digarap, maka mayoritas akan lebih memilih kelas yang memiliki karakteristik kelas yang kondusif. Atau lebih tegasnya memilih zone nyaman.
Tentunya pilihan diatas, tidak bisa dilakukan atau memang tidak dipilih oleh semua guru junior. Beberapa guru junior atas keterpaksaan atau pilihan sadar dan kesukaan akan tantangan lebih memilih kelas-kelas yang dianggap lebih dinamis, beragam dan sering dicap sebagai kelas bermasalah. Tegasnya, ada beberapa guru junior yang membiasakan diri lebih tertarik pada zone menantang , dibanding zone nyaman, sejak ia mengawali karir di profesi keguruannya.
Beberapa dari mereka, bahkan mungkin mayoritas, sepertinya kelompok guru junior ini sudah agak terlatih berkomunikasi dengan audien dalam bentuk kelompok. Biasanya jenis guru junior seperti ini memiliki "self confidence" yang cukup sebagai hasil dari aktifitas keorganisasian yang ia dapatkan di himpunan mahasiswa, senat, ektra kampus, kurang taruna, ikatan remaja keagamaan,dll.
Pembekalan didaktik metodik yang didapatkan, tanpa pengalaman lapangan yang berkenaan dengan relasi dengan kelompok manusia sepertinya menyebabkan banyak junior mengalami permasalahan self confidence-na untuk tampil sebagai manajer dikelas pada saat KBM, apalagi di kelas-kelas yang dianggap/ terkena stigma kelas bermasalah.
Berdasarkan pengamatan atas pengalaman beberapa mengikuti pembagian kelas di satuan pendidikan SMA yang sekarang dan telah dilalui sebelumnya, maka ada beberapa trend yang tersajikan direalitas pendidikan dipendidikan menengah SMA dan yang sederajat, diantaranya :
1. Terdapat trend yang menahun disebagian SMA bahwa pilihan kebanyakan jurusan/ program para siswi (pelajar Puteri) lebih terkonsentrasi ke Program MIPA
2. Keadaan sebaliknya menunjukkan bahwa para siswi putera lebih terkonsentrasi memilih jurusan IPS.
3. Alasan utama pilihan siswa/i atas program IPA didasari harapan mendapatkan proses KBM "kondusif"
4. Dasar pemilihan yang utama yang digunakan para siswa/ i dalam memilih program IPS adalah " "kebebasan" berekspresi.
Sebagai catatan istilah "kondusif" pada point 3 adalah situasi tertib dan teratur.
Sedangkan istilah "kebebasan" pada point ke-4 diartikan mereka sebagai santai dan fleksibel.
Terlepas dari pemahaman mereka atas kedua istilah tersebut, ternyata hal tersebut tidak muncul dipendapat mereka, para siswa/i yang memilih program IBB atau Bahasa/ Budaya
Manajemen/ pengelolaan kelas merupakan kompetensi yang harus dimiliki guru, sebagai mediator pendidikan. Manajemen kelas yang baik, tidak hanya berkisar pada penataan fisik kelas, walau penataan fisik ini menjadi kontribusi yang signifikan pada proses pembelajaran yang berimplikasi pada hasil pembelajaran.
Pemahaman karakteristik kelas merupakan kompetensi yang menjadi prasyarat utama pada manajemen kelas di KBM yang akan dilaksanakan.
Ungkapan-ungkapan seorang guru/ (mediator pendidikan) yang bernuansa diskriminatif kelompok belajar adalah hal yang patut dima'lumi, jika disampaikan oleh para guru junior yang tentu saja cenderung memiliki kecemasan lebih tinggi berkenaan dengan jam terbangnya. Tidak aneh, jika guru-guru junior, jika diperbolehkan memilih rombongan belajar (kelas) yg harus digarap, maka mayoritas akan lebih memilih kelas yang memiliki karakteristik kelas yang kondusif. Atau lebih tegasnya memilih zone nyaman.
Tentunya pilihan diatas, tidak bisa dilakukan atau memang tidak dipilih oleh semua guru junior. Beberapa guru junior atas keterpaksaan atau pilihan sadar dan kesukaan akan tantangan lebih memilih kelas-kelas yang dianggap lebih dinamis, beragam dan sering dicap sebagai kelas bermasalah. Tegasnya, ada beberapa guru junior yang membiasakan diri lebih tertarik pada zone menantang , dibanding zone nyaman, sejak ia mengawali karir di profesi keguruannya.
Beberapa dari mereka, bahkan mungkin mayoritas, sepertinya kelompok guru junior ini sudah agak terlatih berkomunikasi dengan audien dalam bentuk kelompok. Biasanya jenis guru junior seperti ini memiliki "self confidence" yang cukup sebagai hasil dari aktifitas keorganisasian yang ia dapatkan di himpunan mahasiswa, senat, ektra kampus, kurang taruna, ikatan remaja keagamaan,dll.
Pembekalan didaktik metodik yang didapatkan, tanpa pengalaman lapangan yang berkenaan dengan relasi dengan kelompok manusia sepertinya menyebabkan banyak junior mengalami permasalahan self confidence-na untuk tampil sebagai manajer dikelas pada saat KBM, apalagi di kelas-kelas yang dianggap/ terkena stigma kelas bermasalah.
Berdasarkan pengamatan atas pengalaman beberapa mengikuti pembagian kelas di satuan pendidikan SMA yang sekarang dan telah dilalui sebelumnya, maka ada beberapa trend yang tersajikan direalitas pendidikan dipendidikan menengah SMA dan yang sederajat, diantaranya :
1. Terdapat trend yang menahun disebagian SMA bahwa pilihan kebanyakan jurusan/ program para siswi (pelajar Puteri) lebih terkonsentrasi ke Program MIPA
2. Keadaan sebaliknya menunjukkan bahwa para siswi putera lebih terkonsentrasi memilih jurusan IPS.
3. Alasan utama pilihan siswa/i atas program IPA didasari harapan mendapatkan proses KBM "kondusif"
4. Dasar pemilihan yang utama yang digunakan para siswa/ i dalam memilih program IPS adalah " "kebebasan" berekspresi.
Sebagai catatan istilah "kondusif" pada point 3 adalah situasi tertib dan teratur.
Sedangkan istilah "kebebasan" pada point ke-4 diartikan mereka sebagai santai dan fleksibel.
Terlepas dari pemahaman mereka atas kedua istilah tersebut, ternyata hal tersebut tidak muncul dipendapat mereka, para siswa/i yang memilih program IBB atau Bahasa/ Budaya
BERSAMBUNG
0 comments:
Post a Comment
Terima kasih telah membacanya. Sangat saya hargai, jika anda mengisi kolom komentar disini.